Minggu, 22 Januari 2012

“MENAKAR JANJI PARPOL PADA NATAL PARTAI POLITIK DI KUPANG”

“MENAKAR JANJI PARPOL PADA NATAL PARTAI POLITIK DI KUPANG”
*Yoyarib Mau

Perayaan ini juga di lakukan mobilisasi masa sebanyak mungkin untuk menghadiri perayaan natal kedua partai ini, perayaan ini juga di hadiri oleh sejumlah petinggi partai dan menteri dari partai masing-masing. Pimpinan Nasional yakni Ketua Umum dari kedua partai Aburizal Bakrie dan Anas Urbaningrum juga hadir namun yang membedakan antara petinggi partai golkar yang hadir yakni jika para petinggi partai demokrat mengenakan pakaian dengan motif tenunan NTT sedangkan petinggi Golkar mengenakan pakian bebas yang kebanyakan nuansa kuningnya, dalam ibadah perayaan Anas Urbaningrum bersedia hadir dari permulaan ibadah natal hingga perayaan natal sedangkan Aburizal Bakrie hanya hadir pada saat perayaan sedangkan tidak mengikuti ibadah natalnya. Kedua pimpinan parpol nasional ini masing-masing memberi kata sambutan dalam perayaan tersebut.

Kata sambutan sekaligus pidato yang disampaikan oleh kedua petinggi partai politik ini dalam sambutannya Aburizal Bakrie menekankan “Berbahagialah kita bangsa Indonesia karena dikaruniakan oleh Tuhan sebagai bangsa yang mejemuk. Realitas tersebut harus kita syukuri, bukan kita pungkiri. Karenanya, sejak awal Partai GOLKAR menegaskan komitmen nyata dalam mewadahi realitas Keindonesiaan kita yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. The Founding Fathers kita sepakat, Indonesia bukan negara agama, melaikan Negara Pancasila.

Dalam Negara Pancasila, agama memiliki posisi dan kedudukan yang sangat penting, mendasar, dan istimewa. Pasal 29 UUD 1945 disebutkan : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.” Bahkan Dalam kesempatan tersebut Ical mengimbau agar sesama anak bangsa menjaga kedamaian dan hidup harmonis serta meminta semangat Natal yang mengajarkan damai dan cinta kasih diaktualisasikan dalam kehidupan.

Dilain kesempatan pada natal nasional Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengungkapkan dalam sambutan sekaligus pidatonya : Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum tidak henti-hentinya mengulangi pernyataan agar bangsa Indonesia bersungguh-sungguh membangun budaya pluralisme. Pernyataan tegas tentang pentingnya menegakkan pilar Bhineka Tunggal Ika kembali disampaikan Anas dalam Perayaan Natal Nasional Partai Demokrat di Kupang, Kamis 19 Januari 2012 malam. “Saya tegaskan pentingnya membangun budaya pluralisme di Indonesia. Kita majemuk, beragam tapi satu kesamaan dan cita-cita. Pluralitas harus diolah. Perbedaan adalah rahmad dan potensi membangun rasa kebangsaan yang kuat,” kata Anas. Anas kemudian menekankan tentang pentingnya bangsa Indonesia menghormati keragaman dan kemajemukan yang ada. Salah satu bentuk penghormatan pada keberagaman itu adalah kebebasan beragama.

Pernyataan tegas Anas ini mengundang aplaus meriah dari hadirin. “Kebebasan beragama bukan hanya dijamin konstitusi tapi harus diikhtiarkan agar ini (kebebasan beragama) terjadi di Indonesia. Tidak boleh ada ancaman kekerasan terhadap penjalan ibadah agama apa pun di Indonesia. Itu komitmen bangsa dan itu harus diikhtiarkan bersama. Kalau itu terwujud maka bangsa Indonesia punya landasan untuk bergerak lebih besar menjadi bangsa yang bermartabat. Komitmen itu hendaknya bisa ditunaikan dengan baik.

Kedua partai nasional ini dalam sambutannya seolah-olah menjamin akan kebebasan beragama harus di perjuangkan dan untuk mempertahankan Pancila dan UUD 1945 yang menjamin akan kebebasan beragama di tanah air Indonesia. Namun pertanyaannya, apakah pidato setelah perayaan natal di Kupang hanyalah bualan belaka untuk membuai para tokoh agama dan hampir 6.000 warga (Golkar) dan 4.000 orang (Demokrat) yang hadir pada saat perayaan kedua partai besar tersebut ? sedangkan ketika partai-partai politik kembali ke Jakarta dan melihat apa yang di alami oleh GKI Yasmin apakah hanya cukup disampaikan di perayaan natal saja dan tidak membuktikannya secara konkrit ?

Menurut Firmanzah bahwa partai politik adalah dimensi yang kompleks. Untuk menganalisis ideologi politik dibutuhkan pendekatan yang komprehensif, dari isi orasi, figure yang ditonjolkan, misi dan dan visi partai, dan isu-isu politik yang ditawarkan kepada publik. Bahkan bukan hanya itu, ideologi partai politik pun dapat dicermati melalui hal-hal yang bersifat non-organisasional alias individual seperti cara berpakian, bahasa tubuh, dan karakter fungsionaris partai. Ideologi partai politik membutuhkan konsistensi diantara elemen-elemen penyusunannya. Ideologi partai menjadi baik dan kuat kalau ada konsistensi yang tinggi antara satu elemen dengan elemen lainnya (Firmanzah – Mengelola Partai Politik – Obor – 2011).

Dari orasi atau kata sambutan yang disampaikan dalam perayaan natal yang telah lalu, kedua pimpinan partai menekankan tentang kebangsaan yang menghargai kemajemukan dan pluralism, dan menekankan bahwa kebebasan beragama di jamin dalam konstitusi sehingga harus diwujudkan. Apa yang disampaikan oleh kedua petinggi partai yang sama-sama mengendalikan kekuasaan pemerintahan (koalisi) ini sepertinya ideal dan membuat hanyut seluruh hadirin yang hadir dalam perayaan tersebut mengenai euphoria keindonesiaan yang kita cita-citakan.

Selang beberapa hari perayaan ketika pimpinan dan seluruh pengurus pusat partai-partai ini kembali di Jakarta, pada minggu 22 Januari 2012 ketika warga GKI Yasmin yang melakukan ibadah minggunya, mereka kembali diusik untuk kesekian kalinya walau sudah ada kepututsan hukum tetap untuk beribadah di tempat ibadah mereka, kali ini kejadian bermula pada pukul 08.00, Minggu (22/1/2012), sekitar 100 warga melakukan aksi di Pertigaan Giant Yasmin. Setelah orasi, mereka bergerak ke salah satu rumah warga di Jalan Cemara Raya, Taman Yasmin. Mereka hendak membubarkan jemaat yang tengah beribadah di sana.

Kondisi yang terjadi ini seharusnya pasca orasi atau kata sambutan petinggi-petinggi partai dalam perayaan natal nasional di Kupang, seharusnya ditindak lanjuti dengan jaminan bagi warga gereja untuk beribadah dengan tenang, atau bahkan mendesak aparat pemerintah yang ada untuk memberikan jaminan bagi kebebasan beribadah atau membuktikan konsistensi partai politik yang tidak hanya berbicara tetapi hadir dan memberikan dukungan bagi GKI Yasmin. Di lapangan yang membuktikan diri untuk memperjuangkan kebebasan beribadah adalah Lily Wahid, anggota Komisi I DPR yang berasal dari PKB yang tidak merayakan natal secara nasional tetapi memiliki komitment kebangsaan.

Bukan hanya persoalan tersebut mengagendakan rapat gabungan dengan pemerintah.Namun, tiga kali jadwal rapat yang diatur DPR gagal lantaran pemerintah tak bisa hadir dengan berbagai alasan. Padahal pemerintahan yang dimaksud adalah pemerintahan yang dijalankan oleh kedua partai besar ini. Dua partai politik ini menamakan diri mereka sebagai partai politik dengan ideology nasionalis – religious, tetapi mungkinkah ideologi ini hanyalah wacana belaka untuk membuai warga gereja di Kupang, yang memang hanya memahami persoalan kebangsaan sebatas bantuan berupa materi bagi daerah NTT saja dengan tanpa perlu memikirkan persoalan kebangsaan lain yakni kebebsan beribadah yang di pasung oleh negara sendiri (partai politik koalisi yang berkuasa).

Jika partai politik merasa bahwa nasionalisme menjadi perjuangan utama sebagaimana yang disampaikan pada kata sambutan atau pidato dalam perayaan tersebut maka konsistensi ideologi partai harus dibuktikan secara nyata bagi kehidupan beragama bukan hanya sekedar berwacana atau membual.

Kondisi ini membuktikan bahwa banyaknya pertanyaan warga NTT yang bertanya mengapa NTT menjadi pilihan bagi partai-partai nasional untuk melakukan natal, apakah karena mudah di buai ? sebagaimana pengalaman yang sama ketika janji Presiden SBY untuk menambah dana percepatan pembangunan NTT senilai Rp. 5,3 triliun saat peringatan Hari Pers Nasional pada 09-02-2011 yang lalu hingga kini tak jelas nasibnya.

Janji dari partai-partai politik ini tidak disadari oleh warga masyarakat karena mendapatkan pengaminan dari para tokoh gereja bahkan di pertegas dalam suara gembala, sebagaimana yang disampaikan oleh ketua Sinode Pdt. Robert Litelnoni bahwa: Golkar harus menjadi bintang yang terang bercahaya menerangi bangsa ini menuju kehidupan yang makmur dan sejahtera. Dia mengakui, Golkar telah berbuat banyak untuk NTT dalam segala bidang.

Namun, Golkar, kata Robert, juga harus konsentrasi untuk membantu mereka yang menjerit dan berteriak karena ketidakadilan. "Korupsi masih menggurita, hukum tidak lagi berpihak pada yang lemah dan masih adanya kesenjangan pembangunan Indonesia timur dan barat. Ini harus menjadi perjuangan Partai Golkar,"

Pengaminan yang telah di lakukan oleh tokoh gereja dengan suara gembalanya sepertinya dianggap angin lalu, suara itu ibarat menabur angin tidak memiliki makna magic dan tekanan yang diharapkan, mampu mengingatkan petinggi parpol untuk melakukan perwujudan ideologi partai yang sesungguhnya. Kenyataannya semua melakukan janji palsu dengan sejumlah seremoni yang menodai hari suci keagamaan, tak bisa di salahkan karena perayaan ini mendapat restu berupa suara gembala. Ataukah warga pasrah menerima semua bualan ini karena apa yang dilakukan oleh parpol maupun tokoh agama dengan suara gembala tidak pada tempatnya.

*Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP - UI

“MENAKAR JANJI PARPOL PADA NATAL PARTAI POLITIK DI KUPANG”

“MENAKAR JANJI PARPOL PADA NATAL PARTAI POLITIK DI KUPANG”
*Yoyarib Mau

Perayaan ini juga di lakukan mobilisasi masa sebanyak mungkin untuk menghadiri perayaan natal kedua partai ini, perayaan ini juga di hadiri oleh sejumlah petinggi partai dan menteri dari partai masing-masing. Pimpinan Nasional yakni Ketua Umum dari kedua partai Aburizal Bakrie dan Anas Urbaningrum juga hadir namun yang membedakan antara petinggi partai golkar yang hadir yakni jika para petinggi partai demokrat mengenakan pakaian dengan motif tenunan NTT sedangkan petinggi Golkar mengenakan pakian bebas yang kebanyakan nuansa kuningnya, dalam ibadah perayaan Anas Urbaningrum bersedia hadir dari permulaan ibadah natal hingga perayaan natal sedangkan Aburizal Bakrie hanya hadir pada saat perayaan sedangkan tidak mengikuti ibadah natalnya. Kedua pimpinan parpol nasional ini masing-masing memberi kata sambutan dalam perayaan tersebut.

Kata sambutan sekaligus pidato yang disampaikan oleh kedua petinggi partai politik ini dalam sambutannya Aburizal Bakrie menekankan “Berbahagialah kita bangsa Indonesia karena dikaruniakan oleh Tuhan sebagai bangsa yang mejemuk. Realitas tersebut harus kita syukuri, bukan kita pungkiri. Karenanya, sejak awal Partai GOLKAR menegaskan komitmen nyata dalam mewadahi realitas Keindonesiaan kita yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. The Founding Fathers kita sepakat, Indonesia bukan negara agama, melaikan Negara Pancasila.

Dalam Negara Pancasila, agama memiliki posisi dan kedudukan yang sangat penting, mendasar, dan istimewa. Pasal 29 UUD 1945 disebutkan : “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu.” Bahkan Dalam kesempatan tersebut Ical mengimbau agar sesama anak bangsa menjaga kedamaian dan hidup harmonis serta meminta semangat Natal yang mengajarkan damai dan cinta kasih diaktualisasikan dalam kehidupan.

Dilain kesempatan pada natal nasional Partai Demokrat Anas Urbaningrum mengungkapkan dalam sambutan sekaligus pidatonya : Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum tidak henti-hentinya mengulangi pernyataan agar bangsa Indonesia bersungguh-sungguh membangun budaya pluralisme. Pernyataan tegas tentang pentingnya menegakkan pilar Bhineka Tunggal Ika kembali disampaikan Anas dalam Perayaan Natal Nasional Partai Demokrat di Kupang, Kamis 19 Januari 2012 malam. “Saya tegaskan pentingnya membangun budaya pluralisme di Indonesia. Kita majemuk, beragam tapi satu kesamaan dan cita-cita. Pluralitas harus diolah. Perbedaan adalah rahmad dan potensi membangun rasa kebangsaan yang kuat,” kata Anas. Anas kemudian menekankan tentang pentingnya bangsa Indonesia menghormati keragaman dan kemajemukan yang ada. Salah satu bentuk penghormatan pada keberagaman itu adalah kebebasan beragama.

Pernyataan tegas Anas ini mengundang aplaus meriah dari hadirin. “Kebebasan beragama bukan hanya dijamin konstitusi tapi harus diikhtiarkan agar ini (kebebasan beragama) terjadi di Indonesia. Tidak boleh ada ancaman kekerasan terhadap penjalan ibadah agama apa pun di Indonesia. Itu komitmen bangsa dan itu harus diikhtiarkan bersama. Kalau itu terwujud maka bangsa Indonesia punya landasan untuk bergerak lebih besar menjadi bangsa yang bermartabat. Komitmen itu hendaknya bisa ditunaikan dengan baik.

Kedua partai nasional ini dalam sambutannya seolah-olah menjamin akan kebebasan beragama harus di perjuangkan dan untuk mempertahankan Pancila dan UUD 1945 yang menjamin akan kebebasan beragama di tanah air Indonesia. Namun pertanyaannya, apakah pidato setelah perayaan natal di Kupang hanyalah bualan belaka untuk membuai para tokoh agama dan hampir 6.000 warga (Golkar) dan 4.000 orang (Demokrat) yang hadir pada saat perayaan kedua partai besar tersebut ? sedangkan ketika partai-partai politik kembali ke Jakarta dan melihat apa yang di alami oleh GKI Yasmin apakah hanya cukup disampaikan di perayaan natal saja dan tidak membuktikannya secara konkrit ?

Menurut Firmanzah bahwa partai politik adalah dimensi yang kompleks. Untuk menganalisis ideologi politik dibutuhkan pendekatan yang komprehensif, dari isi orasi, figure yang ditonjolkan, misi dan dan visi partai, dan isu-isu politik yang ditawarkan kepada publik. Bahkan bukan hanya itu, ideologi partai politik pun dapat dicermati melalui hal-hal yang bersifat non-organisasional alias individual seperti cara berpakian, bahasa tubuh, dan karakter fungsionaris partai. Ideologi partai politik membutuhkan konsistensi diantara elemen-elemen penyusunannya. Ideologi partai menjadi baik dan kuat kalau ada konsistensi yang tinggi antara satu elemen dengan elemen lainnya (Firmanzah – Mengelola Partai Politik – Obor – 2011).

Dari orasi atau kata sambutan yang disampaikan dalam perayaan natal yang telah lalu, kedua pimpinan partai menekankan tentang kebangsaan yang menghargai kemajemukan dan pluralism, dan menekankan bahwa kebebasan beragama di jamin dalam konstitusi sehingga harus diwujudkan. Apa yang disampaikan oleh kedua petinggi partai yang sama-sama mengendalikan kekuasaan pemerintahan (koalisi) ini sepertinya ideal dan membuat hanyut seluruh hadirin yang hadir dalam perayaan tersebut mengenai euphoria keindonesiaan yang kita cita-citakan.

Selang beberapa hari perayaan ketika pimpinan dan seluruh pengurus pusat partai-partai ini kembali di Jakarta, pada minggu 22 Januari 2012 ketika warga GKI Yasmin yang melakukan ibadah minggunya, mereka kembali diusik untuk kesekian kalinya walau sudah ada kepututsan hukum tetap untuk beribadah di tempat ibadah mereka, kali ini kejadian bermula pada pukul 08.00, Minggu (22/1/2012), sekitar 100 warga melakukan aksi di Pertigaan Giant Yasmin. Setelah orasi, mereka bergerak ke salah satu rumah warga di Jalan Cemara Raya, Taman Yasmin. Mereka hendak membubarkan jemaat yang tengah beribadah di sana.

Kondisi yang terjadi ini seharusnya pasca orasi atau kata sambutan petinggi-petinggi partai dalam perayaan natal nasional di Kupang, seharusnya ditindak lanjuti dengan jaminan bagi warga gereja untuk beribadah dengan tenang, atau bahkan mendesak aparat pemerintah yang ada untuk memberikan jaminan bagi kebebasan beribadah atau membuktikan konsistensi partai politik yang tidak hanya berbicara tetapi hadir dan memberikan dukungan bagi GKI Yasmin. Di lapangan yang membuktikan diri untuk memperjuangkan kebebasan beribadah adalah Lily Wahid, anggota Komisi I DPR yang berasal dari PKB yang tidak merayakan natal secara nasional tetapi memiliki komitment kebangsaan.

Bukan hanya persoalan tersebut mengagendakan rapat gabungan dengan pemerintah.Namun, tiga kali jadwal rapat yang diatur DPR gagal lantaran pemerintah tak bisa hadir dengan berbagai alasan. Padahal pemerintahan yang dimaksud adalah pemerintahan yang dijalankan oleh kedua partai besar ini. Dua partai politik ini menamakan diri mereka sebagai partai politik dengan ideology nasionalis – religious, tetapi mungkinkah ideologi ini hanyalah wacana belaka untuk membuai warga gereja di Kupang, yang memang hanya memahami persoalan kebangsaan sebatas bantuan berupa materi bagi daerah NTT saja dengan tanpa perlu memikirkan persoalan kebangsaan lain yakni kebebsan beribadah yang di pasung oleh negara sendiri (partai politik koalisi yang berkuasa).

Jika partai politik merasa bahwa nasionalisme menjadi perjuangan utama sebagaimana yang disampaikan pada kata sambutan atau pidato dalam perayaan tersebut maka konsistensi ideologi partai harus dibuktikan secara nyata bagi kehidupan beragama bukan hanya sekedar berwacana atau membual.

Kondisi ini membuktikan bahwa banyaknya pertanyaan warga NTT yang bertanya mengapa NTT menjadi pilihan bagi partai-partai nasional untuk melakukan natal, apakah karena mudah di buai ? sebagaimana pengalaman yang sama ketika janji Presiden SBY untuk menambah dana percepatan pembangunan NTT senilai Rp. 5,3 triliun saat peringatan Hari Pers Nasional pada 09-02-2011 yang lalu hingga kini tak jelas nasibnya.

Janji dari partai-partai politik ini tidak disadari oleh warga masyarakat karena mendapatkan pengaminan dari para tokoh gereja bahkan di pertegas dalam suara gembala, sebagaimana yang disampaikan oleh ketua Sinode Pdt. Robert Litelnoni bahwa: Golkar harus menjadi bintang yang terang bercahaya menerangi bangsa ini menuju kehidupan yang makmur dan sejahtera. Dia mengakui, Golkar telah berbuat banyak untuk NTT dalam segala bidang.

Namun, Golkar, kata Robert, juga harus konsentrasi untuk membantu mereka yang menjerit dan berteriak karena ketidakadilan. "Korupsi masih menggurita, hukum tidak lagi berpihak pada yang lemah dan masih adanya kesenjangan pembangunan Indonesia timur dan barat. Ini harus menjadi perjuangan Partai Golkar,"

Pengaminan yang telah di lakukan oleh tokoh gereja dengan suara gembalanya sepertinya dianggap angin lalu, suara itu ibarat menabur angin tidak memiliki makna magic dan tekanan yang diharapkan, mampu mengingatkan petinggi parpol untuk melakukan perwujudan ideologi partai yang sesungguhnya. Kenyataannya semua melakukan janji palsu dengan sejumlah seremoni yang menodai hari suci keagamaan, tak bisa di salahkan karena perayaan ini mendapat restu berupa suara gembala. Ataukah warga pasrah menerima semua bualan ini karena apa yang dilakukan oleh parpol maupun tokoh agama dengan suara gembala tidak pada tempatnya.

*Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP - UI





Jumat, 13 Januari 2012

"PERAYAAN NATAL 2011 DAN AUDIT POLITIK PEMERINTAHAN SBY"

“PERAYAAN NATAL DAN AUDIT POLITIK PEMERINTAHAN SBY”
*Yoyarib Mau

Pemilu Presiden yang demokratis sudah dijalankan oleh Indonesia sejak kepemimpinan Megawati Soekarno Putri ini menjadi pengakuan dunia Internasional, sehingga layaklah Indonesia di sebut negara demokratis. Peran serta rakyat dalam pesta demokratis menujukan bahwa rakyat menginginkan akan perubahan kepemimpinan yang mampu menjamin akan kehidupan rakyat mencapai kehidupan yang aman dan sejahtera.

President SBY saat ini adalah president pilihan rakyat karena memenangi pemilu president pada pemilu 2009 dengan jumlah suara hasil rekapitulasi KPU sebesar 73.874.562 suara atau 60,80 %. Jumlah daftar pemilih tetap yang di keluarkan KPU sebanyak 177.195.786 orang, dari jumlah daftar pemilih ini suara yang sah sebanyak 121.504.481 suara sah sedangkan yang golput sebanyak 49.212.158 suara (27.77 %) (www.bogor.net).

Terlepas dari proses yang “jurdil” (jujur dan adil) atau tidak dalam proses pemilu yang lalu tetapi de facto dan de jure, KPU menetapkan jumlah suara yang di peroleh SBY-Boediono adalah 60,80 %. Suara ini menunjukan bahwa SBY-Boediono memenangi pertarungan dan sah bahwa kedaulatan rakyat sudah di serahkan kepada SBY untuk menjalankan pemerintahan.

SBY di beri Amanah atau didaulat melalui pemilu untuk menjalankan pemerintahan selama lima tahun, sehingga SBY memiliki kesempatan untuk mewujudkan imaginasi para pendiri bangsa yakni menekankan sistem sosial ekonomi yang adil dan beradab dan bermanfaat bagi hajat hidup orang banyak yang dijalankan berdasarkan pada Pancasila dan UUD 1945.

Sehingga timbul pertanyaan, apakah SBY bersama pemerintahannya (partai koalisi) sudah menjalankan mandate atau amanah yang di daulatkan oleh rakyat untuk terciptanya sistem sosial-ekonomi yang adil dan beradab serta bermanfat bagi hajat hidup orang banyak ?


Penyalahgunaan Kekuasaan

Realitas yang berkembang dalam masyarakat berdasarkan pengamatan bahkan sejumlah survey serta melihat kohesi kehidupan sosial-politik masyarakat saat ini seperti; korupsi yang terus menerus merambah dari level pemerintahan pusat hingga pemerintahan daerah, penegakan hukum yang terkesan “tumpul keatas dan tajam kebawah” dalam artian para pejabat yang terlibat hukum di vonis bebas, walaupun di penjara tetapi nilai uang yang dikorupsi tidak sebanding dengan hukuman yang ditimpakan, malah sebaliknya pencuri sandal dan bunga di tuntut dengan hukuman yang sebaliknya nilai barang yang dicuri tidak sebanding dengan angka vonis hukuman. maka jawaban yang di berikan selalu minus atau menurun nilai dan angkanya bagi kepemimpinan SBY.

Kondisi demikian membuat kita diam, berserah atau mungkin kalimat mantra yang mengandung spiritual yakni berdoa saja agar ada perubahan, menjadi pilihan rakyat karena kedaulatan rakyat sudah di berikan kepada SBY untuk menjalankan pemerintahan sehingga kita tidak perlu bertindak atau menentang.

Kedaulatan rakyat sepertinya menjadi senjata ampuh yang mematikan tuntutan hati nurani untuk bangkit melawan mengembalikan “jalan kebenaran dan jalan keadilan” guna terciptanya masyarakat yang adil dan beradab sepertinya bergelora namun alih-alih kedaulatan sudah di serahkan lewat pemilu.

Asal-usul kedaulatan rakyat Thomas Hobbes menekankan bahwa kedaulatan diserahkan oleh individu-individu pada pemegang kedaulatan untuk menghindari anarki karena sifat egoistic manusia (homo-homoni lupus), John Locke mengoreksi Hobbes dengan mengatakan bahwa kedaulatan tersebut tidak diserahkan melainkan hanya dititipkan. Sehingga Hobbes dan Locke, Individu-individu menyerahkan kedaulatan untuk membuat suatu masyarakat yang teratur guna terjadinya pertukaran kepentingan (utility) antar individu (Masyarakat Jurnal Sosiologi Edisi: Vol. XIII. No 1 Juni – 2006).

Pemikiran diatas seolah-olah memasung akan hati nurani rakyat yang melihat kedaulatan yang sudah di wakilkan kepada pemimpin yang di setujui melalui pemberian suara dalam pemilu lalai bahkan lalim dalam menjalankan pemerintahan tidak dapat di lawan. Penyerahan kedaulatan rakyat tidak serta merta hak rakyat sudah tidak ada lagi sehingga keberadaan demokrasi yang menurut Schumpeter bahwa; demokrasi hanya berarti bahwa rakyat memiliki kesempatan untuk menerima atau menolak orang-orang yang akan memimpin mereka, demokrasi dapat menjadi satu komunitas yang mengatur sendiri dengan tuntutan “kebaikan bersama” sementar sejak dahulu bahwa satu rangkaian kepentingan akan dilayani melebihi kepentingan lain: yaitu kepentingan mereka yang memerintah. Sehingga demokrasi tidah hanya memberikan perlindungan atas kepura-puraan itu tapi juga memberikan persyaratan minimum yang dibutuhkan agar mereka yang memerintah dapat terus diawasi (David Held Model Of Democracy – Akbar Institue – 2006 hlm 164).

Pemikiran Scumpeter diatas menunjukan bahwa kedaulatan rakyat yang telah di berikan sudah selesai saat pemilu dan ketika pemimpin terpilih tidak serta merta hak rakyat sudah tidak ada lagi untuk mengontrol pemerintahan yang di jalankan sehingga sebagaimana juga yang ditegaskan oleh J.S. Mill bahwa semua warga negara dapat dilibatkan dalam diskusi yang berhadap-hadapan setiap waktu ketika sebuah isu public muncul, sebagai bentuk demokrasi partisipatif membantu mengembangkan pembangunan umat manusia, mempertinggi perasaan kemujaraban politik, mengurangi perasaan pemisahan dari pusat kekuasaan, memelihara sebuah uruasan pada masalah-masalah kolektif untuk menyumbangkan formasi kewarganegaraan yang berpengetahuan dan aktif yang mampu membawa kepentingan dalam urusan-urusan pemerintahan dengan lebih teliti (David Held Model Of Democracy – Akbar Institue – 2006 hlm 247).

Demokrasi tidak hanya berakhir dengan pemberian suara dalam pemilu tetapi diharapkan peran serta masyarakat untuk mewujudkan demokrasi yang baik dan benar sehingga dibutuhkan peran serta masyarakat dengan demokrasi partisipatif. Penulisan buku ini sebagai bentuk partisipatif warga negara untuk melihat persoalan-persoalan public, sehingga penguasa yang di beri mandate tidak mengambil jarak dengan rakyat, persoalan-persoalan yang diutarakan dalam buku ini merupakan jarak yang di ciptakan oleh pemerintah menjadi jurang pemisah antara rakyat dan SBY.

Politisasi Natal

Kupang sebagai wilayah geografis yang penduduknya hampir seluruhnya menganut agama Kristen (Protestan dan Katolik) tentunya merayakan Natal, sehingga partai-partai politik melakukan perayaan nasional partainya di kota Kupang, ada pertimbangan tertentu dari partai-partai politik untuk memilih perayaannya di kota Kupang terlepas dari pesta pemilihan kepala daerah di kota Kupang yang akan dilakukan pada bulan Mei nanti.

Natal Partai Gerindra pada awal bulan januari yang lalu di hadiri oleh Ketua Dewan Penasihat Partai Gerindra Prabowo Subianto yang juga salah satu candidat calon presiden pada pemilu 2014 nanti, sedangkan Natal Nasional DPP. Partai Golkar yang akan didadakan pada tanggal 17 Januari 2012 yang akan dihadiri oleh seluruh petinggi Partai Golkar termasuk Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie yang juga desus-desus yang berkembang akan diusung sebagai calon presiden. Dan juga DPP. Partai Demokrat akan merayakan Natal Nasionalnya di Kota yang sama pada tanggal 19 Januari 2012 yang akan dihadiri oleh Presiden SBY dan sejumlah petinggi Partai Demokrat.

Memaknai perayaan Natal oleh partai politik tentunya tidak akan terlepas dari tujuan politik partai yakni mau menunjukan bahwa partai-partai ini adalah partai nasionalis-religius (berperilaku agamais) juga melalui perayaan natal ini partai politik mendapatkan dukungan suara dari komunitas yang beragama Kristen baik dari wilayah NTT dan juga dukungan dari warga Kristen yang tersebar di Tanah air.

Perayaan Natal yang diawali dengan sejumlah kegiatan sosial yakni operasi katarak, pembagian bantuan kepada kelompok tani dan nelayan, pembagian santunan ke sejumlah panti asuhan, serta bantuan ke sejumlah gereja-gereja merupakan kegiatan yang baik, namun apakah sejatinya Natal yang diyakini adalah sebatas pemberian bantuan kemanusiaan model yang dilakukan oleh partai-partai politik adalah meniru apa yang diwariskan oleh “Santa Claus” yang datang membagi permen atau bingkisan Natal.

Sesuai tema Nasional yang keluarkan oleh PERSEKUTUAN GEREJA-GEREJA INDONESIA (PGI) dan KONFERENSI WALIGEREJA INDONESIA (KWI) dengan thema : Bangsa yang berjalan di dalam kegelapan telah melihat terang yang besar (Yesaya 9:1a) pergumulan gereja-gereja terekspresi dari thema besar perayaan natal tahun ini, menggambarkan kondisi bangsa yang ada dalam kegelapan, bagaimana tidak penegakan hukum yang tumpul keatas tetapi tajam dan merajang ke bawah, pembiaran yang dilakukan negara terhadap kelompok yang melakukan tindakan anarkis terhadap kelompok tertentu yang menjalankan ibadah keagamannnya contoh kasus GKI Yasmin Bogor yang terus-menerus dilarang untuk beribadah, namun pemerintahan ini sepertinya pongah dan tidak perduli terhadap mereka yang mengalami tekanan secara structural.

Kegelapan lain yang dilakukan pemerintahan ini yakni korupsi yang melibatkan petinggi partai namun tidak mendapatkan vonis hukum, sprit natal yakni “terang” yang hadir untuk menerangi kegelapan bangsa bukan dengan sekedar memberikan permen untuk menghibur dalam sekejap, tetapi peran terang diharapkan oleh rakyat Indonesia yakni kebijakan yang diatur dalam sistem negara yang jelas, kebijakan APBN untuk pembangunan yang merata bagi semua rakyat sehingga terang itu tidak hadir sekejap dalam rasa permen yang dikecap, tetapi terang itu progresif dan berkesianmbungan terus menyala dan mengusir kegelapan yakni kemiskinan, dan ketidakharmonisan antar umat beragama.

Warga gereja yang ada di NTT yang akan di mobilisasi untuk hadir dalam perayaan Natal serta warga gereja yang tersebar di tanah air yang juga akan menyaksikan semua perayaan ini lewat media massa, perlu melihat ini dalam kerangka kehidupan bernegara sebagaimana yang diungkapkan oleh Schumpeter bahwa demokrasi tidah hanya memberikan perlindungan atas kepura-puraan itu tapi juga memberikan persyaratan minimum yang dibutuhkan agar mereka yang memerintah dapat terus diawasi.

Gereja dalam dogma Kekristenan dilarang berpolitik praktis tetapi sebagai pribadi warga gereja yang adalah juga warga negara harus berani melakukan tugas yakni mengawasi perilaku partai politik dan pemerintahan yang berkuasa terus diawasi dengan sikap kritis kita, agar perwujudan dari Natal serta sprit demokrasi yang sama-sama membebeaskan manusia dari kegelapan (kemiskinan dan ketidakadilan) dapat terwujud.

*Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP – UI (Sekretaris Fusngsional Bidang Aksi dan Pelayanan Pengurus Pusat GMKI Masa Bakti 2010-2012)

Sabtu, 07 Januari 2012

"HEGEMONI AMERIKA SERIKAT ATAS DEMOKRASI"

“HEGEMONI AMERIKA SERIKAT ATAS DEMOKRASI”
*Yoyarib Mau
Posisi ASEAN dalam perkembangannya sepanjang masa selalu memiliki nilai tawar tesendiri di mata bangsa-bangsa dunia. Ketertarikan negara-negara dunia karena kondisi negara-negara Asean adalah negara- negara yang tidak memihak pada saat dunia terbagi dalam dalam Blok Timur dan Blok Barat, Blok Timur dengan dikomandai oleh Rusia dengan ideologi Komunisme, sedangkan Blok Barat dengan dikomandai oleh Amerika Serikat dengan ideologi kebebabasan individu yang turunanaya adalah demokrasi. Sedangkan masyarakat Asia Tenggara memilih untuk memihak kepada suatu blok apa pun.

Keadaan yang dilukiskan diatas memaksa negara-negara Asia Tenggara juga menjadi wanita cantik yang dingin di kuasai bahkan akan dimadu oleh dua kekuatan diatas, dengan tujuan untuk melakukan penetrasi ideologi kekuasaan di negara-negara tersebut, Victor Silaen dalam sebuah publikasi mengatakan bahwa; terlebih sejak usainya perang dunia II dan dimulainya era perang dingin, AS seakan tak malu-malu tampil ke depan untuk mengatur dunia, dengan tujuan tunggal agar negara-negara di berbagai dunia tak jatuh ke tangan komunis. Maka competitor utamanya di era ini, yakni Uni Soviet (Rusia) yang segera berubah menjadi negara besar, dijadikannya “musuh utama” yang harus senantiasa di bendung agar ideologi (komunisme) yang dianggap berbahaya dan kontra – demokrasi itu tak menyebarluas ke mana-mana (Jurnal Politik, Volume 2, No. 1 Tahun 2006).

Dalam perjalanan persaingan dua kekuatan ini dimenangkan oleh kekuatan Amerika Serikat yang memiliki kekuatan ekonomi dan militer lebih kuat, namun hal ini ditunjang oleh pecahnya Uni Soviet dimana negara-negara yang merupakan satu kesatuan sengan Uni Soviet memisahkan diri dan menjadi negara mandiri, dengan sendirinya membuat kekuatan Uni Soviet menjadi lemah seperti macan ompong. Sehingga Amerika dengan kekuatan penuh berada di panggung dunia untuk bisa hadir di berbagai belahan dunia.

Kehadiran Amerika dapat dengan mudah diterima di mana-mana termasuk Asia Tenggara karena ideologi demokrasi yang dikampanyekan bahwa salah satu sistem politik yang dianggap cukup baik dari berbagai sistem politik lainnya adalah demokrasi, AS segera mengalihkan perhatiannya ke Asia Tenggarasi di wilayah dimana beberapa negara pecahan (bekas) Uni Soviet berada, yang kemudian Amerika Serikat dengan kekuatan penuh melakukan invasi ke Vietnam dan negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk meredam kekuatan komunis dengan kekuatan senjata, serta di Kamboja untuk mematahkan kekuatan Kher Merah Polpot pada tahun 1970-1998 kekuatan Komunis di wilayah – wilayah ini cukup kuat hal ini dibuktikan dengan banyaknya ranjau darat yang sebagian besar buatan China, Rusia dan Vietnam yang merupakan negara-negara yang menganut akan komunisme.

Salah satu kekuatan komunisme yang masih menguat kini adalah negara Myanmar yang rezimnya adalah masih menganut komunisme dengan kekuatan Junta Militernya, dan melakukan pemasungan terhadap upaya demokratisasi terhadap gerakan-gerakan prodemokrasi. Asia Tenggara menjadi pusat perhatian dunia ketika junta militer di Rangon melakukan “crack down” terhadap gerakan pro demokrasi yang dimotori oleh Aung San Suu Kyi. Aksi Junta militer inilah memunculkan reaksi keras dari masyarakat internasional Di tingkat Asia Tenggara, isu Myanmar hampir tidak pernah absen dari agenda pertemuan intern para Menteri Luar Negeri ASEAN dan antara ASEAN dan mitra dialognya. Karena Desakan Amerika Serikat (AS), isu Myanmar bahkan Nyaris dibahas dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa, ketika Amerika Serikat melihat prospek yang tidak cerah dari proses demokratisasi di Myanmar (Analisis CSIS, Vol. 35 No. 2 Juni 2006).

Keadaan yang ada diberbagai belahan dunia yang di dalamnya termasuk negara-negara Asia Tenggara, Amerika Serikat sepertinya telah menjadi “polisi dunia” untuk mengawasi negara-negara dunia yang tidak menjalankan demokrasi, sehingga Amerika Serikat selalau berusaha dari dahulu hingga sekarang tetap berjuang untuk mewujudkan proses demokratisasi di semua belahan dunia ? Apakah demokratisasi adalah salah satu mazhab yang paling tepat untuk tercapai kesejahteraan ? Keadaan ini akan menaifkan keberadaan mazhab komunisme yang dianggap tidak mensejahterakan namun kenyataannnya Perekonomian China yang nota bene adalah negara komunis terus bergerak maju mencetak rekor baru dimana jumlah cadangan devisa yang kini mencapai US $ 3,1978 triliun yang apa bila dirupiahkan, nilainya mencapai Rp. 28 777 triliun, selain China ada Jepang yang ada pada posisi kedua US $ 1,14 triliun, dan Rusia US $ 525 miliar (http://www.kabarbisnis.com).

Jika demokrasi menjadi alasan Amerika Serikat melakukan intervensi ke berbagai negara maka spirit demokrasi yang mana yang hendak di jadikan dasar perjuangan demokratisasi, apakah demokratisasi yang dimaksud AS adalah demokrasi yang memberikan penghargaan terhadap hak-hak politik rakyat , persamaan di mata hukum, kebebasan untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik dimana model ini merupakan demokrasi Yunani yang universal dimana Yunani adalah negara tempat lahirnya demokrasi (Pemikiran Politik Barat, Jakarta: Gramedia – 2007) atau sasaran demokraasi seperti apa yang dikehendaki oleh AS sehingga sangat getol untuk diperjuangkan.

Demokrasi yang dianut dan diperjuangkan AS sepertinya lebih pada Demokrasi Liberal yakni prinsip-prinsip kebebasan individu yang lebih mengarah pada prinsip masayarakat pasar bebas (free market society) dimana dalam alam demokrasi ini segala sesuatu yang dianggap mempengaruhi kehidupan kehidupan individu atau rakyat banyak di tentukan sepenuhnya oleh negosiasi atau bargaining, proses tawar-menawar individu atau masyarakat bersangkutan. Demokrasi yang ingin diwujudkan oleh AS leboh pada demokrasi liberal, yang kemudian mewujudkan politik kekuasaan yang ungkapkan oleh Harold Lasweel seorang tokoh ilmu politik penting di Amerika Serikat dengan dictumnya bahwa politik itu; “Who Gets What, When, How” atau politik adalah masalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana (Miriam Budiardjo, Gramedia - 2008). Pemahaman Laswell ini dapat dipahami karena memahami kondisi politik dan kebijakan yang berjalan dan dilakukan di Amerika.

Dari pemikiran yang diuraikan diatas menghadirkan sebuah pertanyaan besar, apakah benar demorkrasi yang diperjuangkan oleh Amerika Serikat atau lebih pada pemanfaatan mazhab demokrasi dengan bargaining atau tawar-menawar seperti yang diungkapkan oleh Laswell siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana ?

Kenyataan yang dilakukan oleh AS merupakan perilaku lama yang dilakukan oleh imperialisme atau kolonialisme Eropa pada waktu lalu namun bukan dengan tujuan mewujudkan demokrasi tetapi lebih pada ekspansi wilayah dan pengumpulan sumber daya alam. Namun apa yang dilakukan oleh AS dalam bentuk baju yang lebih baru dan terkesan lebih beradab dan mudah dan dapat di terima oleh semua negara.

Michael Hardt dan Antonio Negri menghasilkan sebuah karya berjudul Empire. Hard dan Negri menyakini bahwa kita saat ini telah memasuki suatu jaman baru, yaitu jaman pasar bebas yang didorong oleh globalisasi revolusi informasi dan meredupnya negara bangsa. Tak ada lagi imperialisme sebagaimana diangankan oleh para pemikir dependensia, “eksploitasi negara pinggiran oleh negara pusat”, Ini adalah jaman pos-kolonial dan pos-imperialis, dimana kedaulatan negara-bangsa telah digantikan oleh kedaulatan global, atau kedaulatan Imperium yang lahir dari gabungan antara “serangkaian kesatuan organisme nasional dan supranasional yang disatukan di bawah suatu logika aturan yang tunggal” dengan tanpa memiliki hierarki internasional yang jelas (Noam Chomsky, Resist Book-2008).

Perilaku Amerika Serikat yang diungkapkan dengan mengutip karya “empire” yang isinya mengesankan akan perilaku AS tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Kolonial Eropa dengan konsep 3G (Gold, Glory dan Gospel) Gospel yang bertujuan mulia namun dibajak atau dimanfaatkan untuk mewujudkan nafsu tercapainya kepemilikan Gold dan Glory. Demikian juga Demokrasi yang pada dasarnya memiliki tujuan mulia namun dimanfaatkan untuk kepentingan individual atau kepentingan imperium.

Gramsci tentang hegemoni adalah bahwa suatu kelas dan angotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas-kelas di bawahnya dengan cara kekerasan dan persuasi. Gramsci menggunakan centaur mitologi Yunani, yaitu setengah binatang dan setengah manusia, sebagai simbol dari pespektif ganda suatu tindakan politik-kekuatan dan consensus, otoritas dan hegemoni, kekerasan dan kesopanan. Hegemoni bukanlah hubungan dominasi dengan menggunakan kekuasaan, melainkan hubungan persetujuan dengan menggunakan kepemimpinan politik dan ideologis. Hegemoni adalah suatu organisasi consensus (Roger Simon-Gagasan-gagasan Politik Gramsci, Insist Press- Pustaka Pelajar-2004).


Persoalan Demokrasi ASEAN

Kuatnaya hegemoni AS di Asia Tenggara semakin kuat dan terorganisasi dalam organisasi regional dimana dilegitimasi dalam forum resmi dengan hadirnya pemimpin-pemimpin politik dari berbagai negara, kehadiran pemimpin-pemimpin negara merupakan sebuah legitimasi yang sangat kuat bagi sebuah peremuan antar negara, sehingga apa yang menjadi kesepakatan atau consensus bersama dan menjadi deklarsi dari forum tersebut maka hasil deklarasi tersebut harus di sepakati dan dijalankan di setiap negara-negara yang hadir.

Indonesia sudah beberapa kali menjadi tuan rumah bagi pergelaran kegiatan ASEAN dan semuanya di lakukan di Bali terakhir dalam setahun yang lampau menjadi tuan rumah dari sejarah perjalanan Asean, pada tahun 1976 dilakukan pertemuan di Bali yang kemudian di tetapkan Bali Concord I yang menyepakati Treaty of Amity and Cooperation (TAC) yang mengatur pola perilaku antarnegara anggota untuk mengedepankan cara-cara damai selesaikan sengketa diantara mereka, bukan menggunakan aksi kekerasan. Pada tahun 2003 dilakukan di Bali yang kemudian menghasilkan Bali Condord II isi kesepakatannya ASEAN membangun komunitas berdasarkan pilar politik dan keamanan, pilar ekonomi dan pilar sosial budaya. Tahun 2011 kemarin menandatangi Bali Concord III yang dilakukan oleh para pemimpin ASEAN dengan menghasilkan Bali Declaration on ASEAN Community in a Global Gommunity Of Nation, dimana memetakan jalan kedepan bagi interaksi komunitas ASEAN dengan komunitas Global (http://wwww.detiknews.com).

Menarik dari pertemuan ASEAN pada tahun 2011 yang dirangkaikan dalam gelaran KTT XIX ASEAN SUMMIT 2011 17 – 19 November 2011 , yang sebagaimana lazimnya sebelum KTT ASEAN SUMMIT didahului dengan pertemuan Pejabat Tinggi dan para Menteri ASEAN, salah satu pertemuan koordinasi antara para Menteri di bawah pilar Politik Keamanan, Pilar Ekonomi, dan Pilar Sosial Budaya kemudian barulah di dilakukan KTT XIX ASEAN SUMMIT.

Menarik pada pertemuan KTT ASEAN yang ke XIX menbampilakn sebuah pertemuan dimana bargaining position ASEAN dengan negara negara yang memiliki kemajuan lebih pesat yang kemungkinan di pakai sebagai indicator untuk dilakukan session khusus dalam KTT tersebut adalah negara yang memilki nilai devisa yang cukup besar seperti negara-negara yang telah diusebutkan di atas bahwa ada beberapa negara dunia yang memiliki cadangan devisa cukup besar seperti; China, Jepang dan Rusia, sehingga pada pertemuan KTT XIX di lakukan juga special pada tanggal 18 November 2011 KTT ASEAN – CHINA SUMMIT, KTT ASEAN – JEPANG SUMMIT, KTT ASEAN KORSEL SUMMIT, KTT ASEAN- + 3 SUMMIT (Tiongkok, Jepang, dan Korsel), dan KTT ASEAN-AMERIKA SERIKAT SUMMIT serta ada tambahan dpada hari berikutnya 19 November 2011 KTT ASEAN – UN SUMMIT (pertemuan Sekjend PBB), KTT ASEAN – INDIA SUMMIT, KTT ASEAN EAST ASIA SUMMIT (http://nasionalisrakyatmerdeka.wordpress.com).

Hasil dari kesepakatan ASEAN dan negara-negara tersebut tentunya akan berdampak bagi kepentingan ASEAN di kancah dunia. Persoalan yang tidak kalah menarik dan menjadi pertarungan kepentingan dunia adalah penyelesaian konflik di Laut China Selatan mengenai perselisihan maritim yakni kedaulatan atas kawasan laut serta wilayah di kepulauan Paracel dan Spratly dua rangkaian kepulauan yang diklaim oleh sejumlah negara. Selain rangkaian pulau ini, ada pula pulau tidak berpenghun, atol serta karang di seputar perairan ini. China mengklaim sebagian besar kawasan ini terbentang ratusan mil dari selatan sampai timur di Propinsi Hainan. Beijing mengatakan hak mereka atas kawasan itu bermula dari 2.000 tahun lalu dan kawasan Paracel dan Spratly merupakan bagian dari bangsa China. Tahun 1947, China mengeluarkan peta yang merinci klaim kedaulatan negara itu. Peta itu menunjukan dua rangkaian pulau yang masuk dalam wilayah mereka, kalim itu diangkat Taiwan, yang masih dianggap China sebagai provinsi yang membangkang. Vietnam mengyanggah klaim China dengan mengtakan Beijing tidak pernah mengklaim kedaulatan atas kepulauan itu sampai tahun 1940-an dn mengatakan dua kepulauan itu masuk wilayah mereka. Selain Vietnam juga mengatakan mereka menguasai Paracel dan Spratly sejak abad ke 17 dan memiliki dokumen sebagai bukti. Negara lain yang mengklaim adalah Filipina, yang mengangkat kedekatan secara geografis kepulauan Spratly sebagai landasan klaim sebagian kepulauan itu. Tentara Filipina di pulau Thitu, laut China selatan menyambut anggpta parlemen yang berkunjung. Malaysia dan Brunei jug mengklaim sebagian kawasan di laut China Selatan itu yang menurut dua negara itu masuk dalam Zone ekslusif ekonomi, seperti yang ditetapkan dalam konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 (http://www.bbc.co.uk ).


Hadirnya Polisi Dunia

Pengakuan akan kekuasaan Amerika Serikat sangat luar biasa yang dilakukan oleh negara-negara ASEAN hal ini terlihat dari KTT ASEAN – AMERIKA SERIKAT SUMMIT, kehadiran Amerika serikat sebenarnya sesuai seperti apa yang diungkapkan Gramsci menggunakan centaur mitologi Yunani, yaitu setengah binatang dan setengah manusia, sebagai simbol dari pespektif ganda suatu tindakan politik-kekuatan dan consensus, otoritas dan hegemoni, kekerasan dan kesopanan. Yakni ingin mendamaikan tetapi tentunya memiliki kepentingan di balik consensus ini dan kesepaktan melalui berbagai bargaining tentunya alsan utama adalah sebagi negara campium demokrasi terbesar dunia sehingga dimana kedaulatan negara-bangsa telah digantikan oleh kedaulatan global, atau kedaulatan Imperium yang lahir dari gabungan antara “serangkaian kesatuan organisme nasional dan supranasional yang disatukan di bawah suatu logika aturan yang tunggal” dengan tanpa memiliki hierarki internasional yang jelas. Kesatuan organisasi regional dalam lingkup regional tertentu (skup) yang kecil perlu membangun bargaining dengan negara yang memiliki hak veto pada organisasi level dunia yakni PBB.terlepas dari kehadiran Amerika Serikat menyangkut kerjasam dalam bidang ekonomi.

Menjadi pertanyaan apakah hanya persoalan demokrasi atau ada persoalan lain dengan kehadiran AS hal ini ibarat pepatah lama “ada udang di balik batu” tentunya ada kepentingan karena pertarungan di kawasan ini menyangkut juga dengan kehadiran China yang nota bene adalah penanut paham komunisme serta memiliki cadangan devis yang kuat dan melebihi Amerika Serikat yang juga lagi dera krisis ekonomi. Sehingga tentunya Amerika Serikat memiliki kepentingan yang sangat strategis di kawasan ASEAN.

Pada pertemuan KTT ASEAN di Bali pada tanggal 17 November 2011 tersebut Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengumumkan secara resmi kehadiran pangkalan militer AS di Darwin-Australia dengan tahap awal, AS akan menempatkan 2500 orang Marinirnya di pangkalan tersebut (http://berdikarionline.com). Pengemuman ini sebagai shock terapy sekaligus sebagai sebuah bargaining kepentingan walaupun kehadiran pangkalan militer demi misi kemanusiaan untuk penanganan korban bencana alam (http://bisnis.com). Tidak masuk akal jika untuk kemanusiaan, karena bersamaan dalam KTT ini ada persoalan konflik klaim wilayah di kawasan laut China Selatan sehingga kehadiran pangkalan militer AS lebih pada kepentingan politik pertahanan dan keamanan AS di kawasan ASEAN.

Kepentingan atau hegemoni politik pertahanan dan keamanan menjadi utama hal ini dikarenakan sudah berakhirnya penempatan prajurit AS di kawasan Irak sehingga dimana akan ditempatkan prajurit AS, kemudian bisa dilakukan latihan militer bersama dengan negara-negara ASEAN. Kesempatan ini AS dapat memperkenalan senjata dan alat-alat perang AS kepada negara-negara ASEAN yang kemudian sudah tercipta kebergantungan negara-negara ASEAN terhadap AS karena suku cadang persenjataan yang dibeli dari AS. Pemikiran dikuatakan dengan AS yang telah mengubah strategi militernya tidak focus lagi pada pengerahan pasukan militer tetapi lebih pada pengembangan teknologi persenjataan, terkait pemusatan perhatian ke kawasan Asia Pasifik, anggaran pertahanan AS akan difokuskan untuk pengembangan dan produksi pesawat tempur, kapal perang, dan persenjataan serta sistem pengintaian teknologi tinggi (Kompas 7 Januari 2012).

Tuntutan AS terhadap negara-negara ASEAN dan memberikan bantuan tentu harus di penuhi mungkin saja perlu penerapan Demokrasi dalam sistem politik nagara tersebut namun kepentingan AS lebih dominan jika tidak maka akan dilakukan embargo suku cadang senjata sebagaimana Indonesia mengalaminya karena alsan pelanggran HAM di Timor Leste.

Hegemoni AS di kawasan ini juga ingin menegaskan bahwa Demokrasi harus menjadi utama yakni mengenai dialog seperti yang dilakukan melalui model KTT ASEAN, namun tekanan militer AS dilakukan dengan sejumlah kepentingan terselubung sebagai wujud tawar menawar dukungan bagi negara-negara ASEAN sekaligus kepentingan militer serta ekonomi ada dalam persoalan ini karena sumber mineral dan energi yang di miliki ASEAN di kawasan laut China Selatan sangat besar.

Atas nama demokrasi dengan pemahaman bahwa hal ini bagian dari globalisasi di mana perlu melakukan kerjasama regional (ikatan kerjasama dalam organisasi) merupakan bentuk-bentuk imperialism modern berupa pengekangan dan pengendalian yang didasarkan pada kekuatan yang menghegemoni pasar dunia bahkan kemanan dunia sehingga benarlah bahwa demokrasi tidak dapat dilepaskan dari pasar bebas tetapi saling mendukung dan kekuatan militer sebagai kekuatan presure. Model ini tidak jauh berbeda dengan jaman penjajahan masa kolonialisme Eropa, padahal demokrasi yang berasal dari Yunani (dari - oleh dan untuk rakyat) tidaklah seperti yang di kembangkan oleh Amerika Serikat.

*Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP - UI

"HEGEMONI AMERIKA SERIKAT ATAS DEMOKRASI"

“HEGEMONI AMERIKA SERIKAT ATAS DEMOKRASI”
*Yoyarib Mau
Posisi ASEAN dalam perkembangannya sepanjang masa selalu memiliki nilai tawar tesendiri di mata bangsa-bangsa dunia. Ketertarikan negara-negara dunia karena kondisi negara-negara Asean adalah negara- negara yang tidak memihak pada saat dunia terbagi dalam dalam Blok Timur dan Blok Barat, Blok Timur dengan dikomandai oleh Rusia dengan ideologi Komunisme, sedangkan Blok Barat dengan dikomandai oleh Amerika Serikat dengan ideologi kebebabasan individu yang turunanaya adalah demokrasi. Sedangkan masyarakat Asia Tenggara memilih untuk memihak kepada suatu blok apa pun.
Keadaan yang dilukiskan diatas memaksa negara-negara Asia Tenggara juga menjadi wanita cantik yang dingin di kuasai bahkan akan dimadu oleh dua kekuatan diatas, dengan tujuan untuk melakukan penetrasi ideologi kekuasaan di negara-negara tersebut, Victor Silaen dalam sebuah publikasi mengatakan bahwa; terlebih sejak usainya perang dunia II dan dimulainya era perang dingin, AS seakan tak malu-malu tampil ke depan untuk mengatur dunia, dengan tujuan tunggal agar negara-negara di berbagai dunia tak jatuh ke tangan komunis. Maka competitor utamanya di era ini, yakni Uni Soviet (Rusia) yang segera berubah menjadi negara besar, dijadikannya “musuh utama” yang harus senantiasa di bendung agar ideologi (komunisme) yang dianggap berbahaya dan kontra – demokrasi itu tak menyebarluas ke mana-mana (Jurnal Politik, Volume 2, No. 1 Tahun 2006).
Dalam perjalanan persaingan dua kekuatan ini dimenangkan oleh kekuatan Amerika Serikat yang memiliki kekuatan ekonomi dan militer lebih kuat, namun hal ini ditunjang oleh pecahnya Uni Soviet dimana negara-negara yang merupakan satu kesatuan sengan Uni Soviet memisahkan diri dan menjadi negara mandiri, dengan sendirinya membuat kekuatan Uni Soviet menjadi lemah seperti macan ompong. Sehingga Amerika dengan kekuatan penuh berada di panggung dunia untuk bisa hadir di berbagai belahan dunia.
Kehadiran Amerika dapat dengan mudah diterima di mana-mana termasuk Asia Tenggara karena ideologi demokrasi yang dikampanyekan bahwa salah satu sistem politik yang dianggap cukup baik dari berbagai sistem politik lainnya adalah demokrasi, AS segera mengalihkan perhatiannya ke Asia Tenggarasi di wilayah dimana beberapa negara pecahan (bekas) Uni Soviet berada, yang kemudian Amerika Serikat dengan kekuatan penuh melakukan invasi ke Vietnam dan negara-negara Asia Tenggara lainnya untuk meredam kekuatan komunis dengan kekuatan senjata, serta di Kamboja untuk mematahkan kekuatan Kher Merah Polpot pada tahun 1970-1998 kekuatan Komunis di wilayah – wilayah ini cukup kuat hal ini dibuktikan dengan banyaknya ranjau darat yang sebagian besar buatan China, Rusia dan Vietnam yang merupakan negara-negara yang menganut akan komunisme.
Salah satu kekuatan komunisme yang masih menguat kini adalah negara Myanmar yang rezimnya adalah masih menganut komunisme dengan kekuatan Junta Militernya, dan melakukan pemasungan terhadap upaya demokratisasi terhadap gerakan-gerakan prodemokrasi. Asia Tenggara menjadi pusat perhatian dunia ketika junta militer di Rangon melakukan “crack down” terhadap gerakan pro demokrasi yang dimotori oleh Aung San Suu Kyi. Aksi Junta militer inilah memunculkan reaksi keras dari masyarakat internasional Di tingkat Asia Tenggara, isu Myanmar hampir tidak pernah absen dari agenda pertemuan intern para Menteri Luar Negeri ASEAN dan antara ASEAN dan mitra dialognya. Karena Desakan Amerika Serikat (AS), isu Myanmar bahkan Nyaris dibahas dalam forum Perserikatan Bangsa-Bangsa, ketika Amerika Serikat melihat prospek yang tidak cerah dari proses demokratisasi di Myanmar (Analisis CSIS, Vol. 35 No. 2 Juni 2006).
Keadaan yang ada diberbagai belahan dunia yang di dalamnya termasuk negara-negara Asia Tenggara, Amerika Serikat sepertinya telah menjadi “polisi dunia” untuk mengawasi negara-negara dunia yang tidak menjalankan demokrasi, sehingga Amerika Serikat selalau berusaha dari dahulu hingga sekarang tetap berjuang untuk mewujudkan proses demokratisasi di semua belahan dunia ? Apakah demokratisasi adalah salah satu mazhab yang paling tepat untuk tercapai kesejahteraan ? Keadaan ini akan menaifkan keberadaan mazhab komunisme yang dianggap tidak mensejahterakan namun kenyataannnya Perekonomian China yang nota bene adalah negara komunis terus bergerak maju mencetak rekor baru dimana jumlah cadangan devisa yang kini mencapai US $ 3,1978 triliun yang apa bila dirupiahkan, nilainya mencapai Rp. 28 777 triliun, selain China ada Jepang yang ada pada posisi kedua US $ 1,14 triliun, dan Rusia US $ 525 miliar (http://www.kabarbisnis.com).
Jika demokrasi menjadi alasan Amerika Serikat melakukan intervensi ke berbagai negara maka spirit demokrasi yang mana yang hendak di jadikan dasar perjuangan demokratisasi, apakah demokratisasi yang dimaksud AS adalah demokrasi yang memberikan penghargaan terhadap hak-hak politik rakyat , persamaan di mata hukum, kebebasan untuk berpartisipasi dalam kegiatan politik dimana model ini merupakan demokrasi Yunani yang universal dimana Yunani adalah negara tempat lahirnya demokrasi (Pemikiran Politik Barat, Jakarta: Gramedia – 2007) atau sasaran demokraasi seperti apa yang dikehendaki oleh AS sehingga sangat getol untuk diperjuangkan.
Demokrasi yang dianut dan diperjuangkan AS sepertinya lebih pada Demokrasi Liberal yakni prinsip-prinsip kebebasan individu yang lebih mengarah pada prinsip masayarakat pasar bebas (free market society) dimana dalam alam demokrasi ini segala sesuatu yang dianggap mempengaruhi kehidupan kehidupan individu atau rakyat banyak di tentukan sepenuhnya oleh negosiasi atau bargaining, proses tawar-menawar individu atau masyarakat bersangkutan. Demokrasi yang ingin diwujudkan oleh AS leboh pada demokrasi liberal, yang kemudian mewujudkan politik kekuasaan yang ungkapkan oleh Harold Lasweel seorang tokoh ilmu politik penting di Amerika Serikat dengan dictumnya bahwa politik itu; “Who Gets What, When, How” atau politik adalah masalah siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana (Miriam Budiardjo, Gramedia - 2008). Pemahaman Laswell ini dapat dipahami karena memahami kondisi politik dan kebijakan yang berjalan dan dilakukan di Amerika.
Dari pemikiran yang diuraikan diatas menghadirkan sebuah pertanyaan besar, apakah benar demorkrasi yang diperjuangkan oleh Amerika Serikat atau lebih pada pemanfaatan mazhab demokrasi dengan bargaining atau tawar-menawar seperti yang diungkapkan oleh Laswell siapa mendapat apa, kapan dan bagaimana ?
Kenyataan yang dilakukan oleh AS merupakan perilaku lama yang dilakukan oleh imperialisme atau kolonialisme Eropa pada waktu lalu namun bukan dengan tujuan mewujudkan demokrasi tetapi lebih pada ekspansi wilayah dan pengumpulan sumber daya alam. Namun apa yang dilakukan oleh AS dalam bentuk baju yang lebih baru dan terkesan lebih beradab dan mudah dan dapat di terima oleh semua negara.
Michael Hardt dan Antonio Negri menghasilkan sebuah karya berjudul Empire. Hard dan Negri menyakini bahwa kita saat ini telah memasuki suatu jaman baru, yaitu jaman pasar bebas yang didorong oleh globalisasi revolusi informasi dan meredupnya negara bangsa. Tak ada lagi imperialisme sebagaimana diangankan oleh para pemikir dependensia, “eksploitasi negara pinggiran oleh negara pusat”, Ini adalah jaman pos-kolonial dan pos-imperialis, dimana kedaulatan negara-bangsa telah digantikan oleh kedaulatan global, atau kedaulatan Imperium yang lahir dari gabungan antara “serangkaian kesatuan organisme nasional dan supranasional yang disatukan di bawah suatu logika aturan yang tunggal” dengan tanpa memiliki hierarki internasional yang jelas (Noam Chomsky, Resist Book-2008).
Perilaku Amerika Serikat yang diungkapkan dengan mengutip karya “empire” yang isinya mengesankan akan perilaku AS tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Kolonial Eropa dengan konsep 3G (Gold, Glory dan Gospel) Gospel yang bertujuan mulia namun dibajak atau dimanfaatkan untuk mewujudkan nafsu tercapainya kepemilikan Gold dan Glory. Demikian juga Demokrasi yang pada dasarnya memiliki tujuan mulia namun dimanfaatkan untuk kepentingan individual atau kepentingan imperium.
Gramsci tentang hegemoni adalah bahwa suatu kelas dan angotanya menjalankan kekuasaan terhadap kelas-kelas di bawahnya dengan cara kekerasan dan persuasi. Gramsci menggunakan centaur mitologi Yunani, yaitu setengah binatang dan setengah manusia, sebagai simbol dari pespektif ganda suatu tindakan politik-kekuatan dan consensus, otoritas dan hegemoni, kekerasan dan kesopanan. Hegemoni bukanlah hubungan dominasi dengan menggunakan kekuasaan, melainkan hubungan persetujuan dengan menggunakan kepemimpinan politik dan ideologis. Hegemoni adalah suatu organisasi consensus (Roger Simon-Gagasan-gagasan Politik Gramsci, Insist Press- Pustaka Pelajar-2004).

Persoalan Demokrasi ASEAN
Kuatnaya hegemoni AS di Asia Tenggara semakin kuat dan terorganisasi dalam organisasi regional dimana dilegitimasi dalam forum resmi dengan hadirnya pemimpin-pemimpin politik dari berbagai negara, kehadiran pemimpin-pemimpin negara merupakan sebuah legitimasi yang sangat kuat bagi sebuah peremuan antar negara, sehingga apa yang menjadi kesepakatan atau consensus bersama dan menjadi deklarsi dari forum tersebut maka hasil deklarasi tersebut harus di sepakati dan dijalankan di setiap negara-negara yang hadir.
Indonesia sudah beberapa kali menjadi tuan rumah bagi pergelaran kegiatan ASEAN dan semuanya di lakukan di Bali terakhir dalam setahun yang lampau menjadi tuan rumah dari sejarah perjalanan Asean, pada tahun 1976 dilakukan pertemuan di Bali yang kemudian di tetapkan Bali Concord I yang menyepakati Treaty of Amity and Cooperation (TAC) yang mengatur pola perilaku antarnegara anggota untuk mengedepankan cara-cara damai selesaikan sengketa diantara mereka, bukan menggunakan aksi kekerasan. Pada tahun 2003 dilakukan di Bali yang kemudian menghasilkan Bali Condord II isi kesepakatannya ASEAN membangun komunitas berdasarkan pilar politik dan keamanan, pilar ekonomi dan pilar sosial budaya. Tahun 2011 kemarin menandatangi Bali Concord III yang dilakukan oleh para pemimpin ASEAN dengan menghasilkan Bali Declaration on ASEAN Community in a Global Gommunity Of Nation, dimana memetakan jalan kedepan bagi interaksi komunitas ASEAN dengan komunitas Global (http://wwww.detiknews.com).
Menarik dari pertemuan ASEAN pada tahun 2011 yang dirangkaikan dalam gelaran KTT XIX ASEAN SUMMIT 2011 17 – 19 November 2011 , yang sebagaimana lazimnya sebelum KTT ASEAN SUMMIT didahului dengan pertemuan Pejabat Tinggi dan para Menteri ASEAN, salah satu pertemuan koordinasi antara para Menteri di bawah pilar Politik Keamanan, Pilar Ekonomi, dan Pilar Sosial Budaya kemudian barulah di dilakukan KTT XIX ASEAN SUMMIT.
Menarik pada pertemuan KTT ASEAN yang ke XIX menbampilakn sebuah pertemuan dimana bargaining position ASEAN dengan negara negara yang memiliki kemajuan lebih pesat yang kemungkinan di pakai sebagai indicator untuk dilakukan session khusus dalam KTT tersebut adalah negara yang memilki nilai devisa yang cukup besar seperti negara-negara yang telah diusebutkan di atas bahwa ada beberapa negara dunia yang memiliki cadangan devisa cukup besar seperti; China, Jepang dan Rusia, sehingga pada pertemuan KTT XIX di lakukan juga special pada tanggal 18 November 2011 KTT ASEAN – CHINA SUMMIT, KTT ASEAN – JEPANG SUMMIT, KTT ASEAN KORSEL SUMMIT, KTT ASEAN- + 3 SUMMIT (Tiongkok, Jepang, dan Korsel), dan KTT ASEAN-AMERIKA SERIKAT SUMMIT serta ada tambahan dpada hari berikutnya 19 November 2011 KTT ASEAN – UN SUMMIT (pertemuan Sekjend PBB), KTT ASEAN – INDIA SUMMIT, KTT ASEAN EAST ASIA SUMMIT (http://nasionalisrakyatmerdeka.wordpress.com).
Hasil dari kesepakatan ASEAN dan negara-negara tersebut tentunya akan berdampak bagi kepentingan ASEAN di kancah dunia. Persoalan yang tidak kalah menarik dan menjadi pertarungan kepentingan dunia adalah penyelesaian konflik di Laut China Selatan mengenai perselisihan maritim yakni kedaulatan atas kawasan laut serta wilayah di kepulauan Paracel dan Spratly dua rangkaian kepulauan yang diklaim oleh sejumlah negara. Selain rangkaian pulau ini, ada pula pulau tidak berpenghun, atol serta karang di seputar perairan ini. China mengklaim sebagian besar kawasan ini terbentang ratusan mil dari selatan sampai timur di Propinsi Hainan. Beijing mengatakan hak mereka atas kawasan itu bermula dari 2.000 tahun lalu dan kawasan Paracel dan Spratly merupakan bagian dari bangsa China. Tahun 1947, China mengeluarkan peta yang merinci klaim kedaulatan negara itu. Peta itu menunjukan dua rangkaian pulau yang masuk dalam wilayah mereka, kalim itu diangkat Taiwan, yang masih dianggap China sebagai provinsi yang membangkang. Vietnam mengyanggah klaim China dengan mengtakan Beijing tidak pernah mengklaim kedaulatan atas kepulauan itu sampai tahun 1940-an dn mengatakan dua kepulauan itu masuk wilayah mereka. Selain Vietnam juga mengatakan mereka menguasai Paracel dan Spratly sejak abad ke 17 dan memiliki dokumen sebagai bukti. Negara lain yang mengklaim adalah Filipina, yang mengangkat kedekatan secara geografis kepulauan Spratly sebagai landasan klaim sebagian kepulauan itu. Tentara Filipina di pulau Thitu, laut China selatan menyambut anggpta parlemen yang berkunjung. Malaysia dan Brunei jug mengklaim sebagian kawasan di laut China Selatan itu yang menurut dua negara itu masuk dalam Zone ekslusif ekonomi, seperti yang ditetapkan dalam konvensi PBB tentang Hukum Laut tahun 1982 (http://www.bbc.co.uk ).

Hadirnya Polisi Dunia
Pengakuan akan kekuasaan Amerika Serikat sangat luar biasa yang dilakukan oleh negara-negara ASEAN hal ini terlihat dari KTT ASEAN – AMERIKA SERIKAT SUMMIT, kehadiran Amerika serikat sebenarnya sesuai seperti apa yang diungkapkan Gramsci menggunakan centaur mitologi Yunani, yaitu setengah binatang dan setengah manusia, sebagai simbol dari pespektif ganda suatu tindakan politik-kekuatan dan consensus, otoritas dan hegemoni, kekerasan dan kesopanan. Yakni ingin mendamaikan tetapi tentunya memiliki kepentingan di balik consensus ini dan kesepaktan melalui berbagai bargaining tentunya alsan utama adalah sebagi negara campium demokrasi terbesar dunia sehingga dimana kedaulatan negara-bangsa telah digantikan oleh kedaulatan global, atau kedaulatan Imperium yang lahir dari gabungan antara “serangkaian kesatuan organisme nasional dan supranasional yang disatukan di bawah suatu logika aturan yang tunggal” dengan tanpa memiliki hierarki internasional yang jelas. Kesatuan organisasi regional dalam lingkup regional tertentu (skup) yang kecil perlu membangun bargaining dengan negara yang memiliki hak veto pada organisasi level dunia yakni PBB.terlepas dari kehadiran Amerika Serikat menyangkut kerjasam dalam bidang ekonomi.
Menjadi pertanyaan apakah hanya persoalan demokrasi atau ada persoalan lain dengan kehadiran AS hal ini ibarat pepatah lama “ada udang di balik batu” tentunya ada kepentingan karena pertarungan di kawasan ini menyangkut juga dengan kehadiran China yang nota bene adalah penanut paham komunisme serta memiliki cadangan devis yang kuat dan melebihi Amerika Serikat yang juga lagi dera krisis ekonomi. Sehingga tentunya Amerika Serikat memiliki kepentingan yang sangat strategis di kawasan ASEAN.
Pada pertemuan KTT ASEAN di Bali pada tanggal 17 November 2011 tersebut Presiden Amerika Serikat Barack Obama mengumumkan secara resmi kehadiran pangkalan militer AS di Darwin-Australia dengan tahap awal, AS akan menempatkan 2500 orang Marinirnya di pangkalan tersebut (http://berdikarionline.com). Pengemuman ini sebagai shock terapy sekaligus sebagai sebuah bargaining kepentingan walaupun kehadiran pangkalan militer demi misi kemanusiaan untuk penanganan korban bencana alam (http://bisnis.com). Tidak masuk akal jika untuk kemanusiaan, karena bersamaan dalam KTT ini ada persoalan konflik klaim wilayah di kawasan laut China Selatan sehingga kehadiran pangkalan militer AS lebih pada kepentingan politik pertahanan dan keamanan AS di kawasan ASEAN.
Kepentingan atau hegemoni politik pertahanan dan keamanan menjadi utama hal ini dikarenakan sudah berakhirnya penempatan prajurit AS di kawasan Irak sehingga dimana akan ditempatkan prajurit AS, kemudian bisa dilakukan latihan militer bersama dengan negara-negara ASEAN. Kesempatan ini AS dapat memperkenalan senjata dan alat-alat perang AS kepada negara-negara ASEAN yang kemudian sudah tercipta kebergantungan negara-negara ASEAN terhadap AS karena suku cadang persenjataan yang dibeli dari AS. Pemikiran dikuatakan dengan AS yang telah mengubah strategi militernya tidak focus lagi pada pengerahan pasukan militer tetapi lebih pada pengembangan teknologi persenjataan, terkait pemusatan perhatian ke kawasan Asia Pasifik, anggaran pertahanan AS akan difokuskan untuk pengembangan dan produksi pesawat tempur, kapal perang, dan persenjataan serta sistem pengintaian teknologi tinggi (Kompas 7 Januari 2012).
Tuntutan AS terhadap negara-negara ASEAN dan memberikan bantuan tentu harus di penuhi mungkin saja perlu penerapan Demokrasi dalam sistem politik nagara tersebut namun kepentingan AS lebih dominan jika tidak maka akan dilakukan embargo suku cadang senjata sebagaimana Indonesia mengalaminya karena alsan pelanggran HAM di Timor Leste.
Hegemoni AS di kawasan ini juga ingin menegaskan bahwa Demokrasi harus menjadi utama yakni mengenai dialog seperti yang dilakukan melalui model KTT ASEAN, namun tekanan militer AS dilakukan dengan sejumlah kepentingan terselubung sebagai wujud tawar menawar dukungan bagi negara-negara ASEAN sekaligus kepentingan militer serta ekonomi ada dalam persoalan ini karena sumber mineral dan energi yang di miliki ASEAN di kawasan laut China Selatan sangat besar.
Atas nama demokrasi dengan pemahaman bahwa hal ini bagian dari globalisasi di mana perlu melakukan kerjasama regional (ikatan kerjasama dalam organisasi) merupakan bentuk-bentuk imperialism modern berupa pengekangan dan pengendalian yang didasarkan pada kekuatan yang menghegemoni pasar dunia bahkan kemanan dunia sehingga benarlah bahwa demokrasi tidak dapat dilepaskan dari pasar bebas tetapi saling mendukung dan kekuatan militer sebagai kekuatan presure. Model ini tidak jauh berbeda dengan jaman penjajahan masa kolonialisme Eropa, padahal demokrasi yang berasal dari Yunani (dari - oleh dan untuk rakyat) tidaklah seperti yang di kembangkan oleh Amerika Serikat.
*Mahasiswa Ilmu Politik – Kekhususan Politik Indonesia – FISIP - UI