Minggu, 20 Juli 2014

"Anomali POT Bunga Politik"

“Anomali POT Bunga Politik”
*Yoyarib Mau

            Masyarakat Persehatiaan Orang Timor (POT) adalah Orang Timor sebagai penduduk asli yang mendiami Pulau Timor di NTT yang meliputi: Kab. Belu, Kab. Timor Tengah Utara, Kab. Timor Tengah Selatan, Kab. Kupang dan Kota Kupang. Menarik dari ormas POT adalah bukan lembaga atau institusi politik namun dalam setiap perhelatan politik selalu hadir dan memberikan partisipasi politik, partisipasi politik POT teranyar dalam pemilu legislatif yang telah berlalu, POT secara resmi memberikan dukungan politiknya untuk memenangkan pasangan capres-cawapres Prabowo-Hatta pada 26 Mei 2014 di depan Kantor DPD Partai Gerindra Provinsi NTT.

            POT memiliki basis pemilih yang cukup real dari jumlah pemilih NTT yang terdaftar sebagai DPT sebanyak 3.1 juta. Pemilih yang mendiami Pulau Timor yang juga merupakan basis POT, hasil pemilu presiden 09 Juli 2014 yang lalu, dari jumlah pemilih yang ditetapkan sebelum pemilu legislatif sumber KPUD-NTT di beberapa kabupaten yang merupakan basis POT tersebar, seperti di Kab. Kupang 201.395, TTS 289.534, TTU 151.176, Belu 247.354 di tambah dengan sebagian basis POT yang bermukim di Kota Kupang maka dapat diprediksi berkisar 1 juta pemilih.

            Dukungan basis ini tidak sejalan dengan harapan yang hendak dicapai oleh POT, saat sesumbar yang disampaikan dalam deklarasi dukungannya kepada Prabowo-Hatta. Hasil rekapitulasi perolehan suara pemilu presiden di NTT. Prabowo Subianto -Hatta Rajasa hanya memperoleh suara 769.391 suara atau 34,08%, padahal idealnya jika POT mendukung pasang ini maka 30% suara yang di peroleh ini berasal dari basis POT, sebelum ditambah dengan basis Prabowo-Hatta di kabupaten lain yang bukan basis POT. Kenyataan yang terjadi pada pemilu presiden yang telah berlalu suara pasangan Prabowo-Hatta di kab/kota basis POT hanya 362.304, harapan untuk menggarap suara di basis POT tidak mencapai 50% .

            Realitas politik ini menghadirkan beberapa pertanyaan yang cukup mendasar bahwa, mengapa POT tidak berhasil mendapatkan tempat di hati masyarakat Timor ? POT ini dibentuk untuk apa dan siapa ? Deklarasi dukungan POT untuk Prabowo-Hatta dapat diberi kesimpulan sementara bahwa pemilih di NTT dapat digarap untuk memilih calon tertentu karena aspek rasional psikologis pendukungnya.

            Tobias Basuki Staf Peneliti Departemen Politik dan Hubungan Internasional CSIS memberikan karakterisasi pemilih; 1. Pemilih merupakan masa mengambang yang siap diarahkan penguasa. 2. Pemilih oportunis yang menunggu insentif material (menunggu serangan fajar atau politik gentong babi dimana diberi sumbangan baru memberikan suara bagi partai/figure yang memberi). 3. Kelompok pengikut yang hanya mengikuti langkah pemimpin agama, sosial ataupun etnis (Analisi CSIS – Maret 2014 – Vol 43 No 1).

            Strategi POT untuk mendapatkan dukungan melalui karakterisasi, dimana mengharapkan kelompok pengikut atau basis POT mengikuti apa yang dilakukan oleh para pemimpin atau pengurus. Sejatinya keberadaan POT sebagai civil society yang bertujuan melakukan pemberdayaan, pembelajaran dan pendidikan bagi masyarakat sipil (khususnya orang Timor – Atoin Meto). Dengan tujuan mensejahterakan dengan peran bergaining power dalam mempengaruhi kebijakan pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang berpihak bagi orang Timor.

            Kenyataan yang terjadi wujud pengurus POT mengambil haluan yang berbeda memposisikan dirinya sebagai ormas yang memiliki legitimasi sosial untuk membentuk diri menjadi rezim despotik dan berevolusi menjadi kelompok menengah,  sebagai sebuah stratum yang dapat di identifikasi kepentingannya yakni hasrat ekonomi dan kekuasaan (politik) dengan membangun tempramen ideologi baru yakni bangkitnya orang Timor (Spring Timor) musim semi di tanah Timor akibat politik warisan penjajah (devide et impera).

            Pola yang dilakukan selalu melalui sistem yang dibangun sebagaimana yang diungkapkan oleh David Easton dalam teori sistemnya, apabila dianalogikan POT sebagai out put dan orang Timor sebagai in put, menurut David Easton, agar sebuah sistem dapat terus berlangsung maka out put (POT) harus senantiasa memperoleh in put (dukungan orang Timor) dari lingkungannya, karena tanpa in put maka sistem tersebut tidak akan dapat bekerja dan berjalan dan sebaliknya tanpa out put maka kita tidak akan menikmati dan mengetahui hasil dari sebuah sistem (Ronald H. Chilcote – Grafindo – 2003).

            Keberadan POT yang tampil sebuah kekuatan sosial politik di NTT tentunya tersistem dalam kepengurusan serta memiliki AD/RT. Kenyataannya setiap pengambilan keputusan selalu saja menurut kehendak segelintir pengurus saja, atau pengurus memobilisasi perwakilan raja dari suku atau klan yang ada didataran Timor untuk merepresentasi masyarakat Timor. POT selalu saja menguntungkan dan dimanfaatkan dalam setiap momentum pemilu, awal berdirinya POT dimanfaatkan dalam pemilu 2004 dimana masyarakat diarahkan untuk memilih orang Timor untuk kursi DPD-RI maka saat itu semua orang Timor memilih Jonatan Nubatonis.

            Terpilihnya Jonatan Nubatonis  sebagai anggota DPR- RI dari NTT merupakan sebuah prestasi yang luar biasa, kemudian dalam Kongres POT II memilih Jonathan Nubatonis sebagai Ketua Umum dan Gustaf Oematan sebagai Sekertaris Umum. Dalam perjalanan ormas ini akan terdengar dan terlihat taringnya ketika menjelang suksesi kepemimpinan dalam Pilkada, Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden. POT akan bersuara untuk siapa yang diusung atau berafiliasi. Pada Pilkada Kota Kupang yang telah berlalu Gustaf Oematan diberbagai media mengatakan bahwa dirinya telah siap untuk maju sebagai calon walikota, karena sudah saatnya orang Timor pimpin Kota Kupang. Gustaf Oematan beranggapan bahwa dirinya sebagai representasi dari orang Timor telah mendapat restu dari para tokoh orang Timor yang tergabung dalam organisasi POT.

            Pemilu 2009 Jonatan Nubatonis tidak lagi maju sebagai calon DPD-RI karena maju sebagai calon anggota DPR-RI dari Partai Karya Perjuangan, Istrinya Carolina Nubatonis – Kondo maju sebagai calon DPD-RI dan terpilih, sedangkan Pileg 2014 strategi Ketua Umum POT ini berubah, dirinya tidak lagi mencalonkan diri tetapi incumbent DPD-RI tetap maju sebagai caleg DPD-RI bersama anaknya Ronny Nubatonis caleg No 2. DPR-RI dapil II NTT dari Partai Bulan Bintang.

            Pada Pemilu Gubernur 2013 yang lalu Esthon Foenay mendapatkan dukungan dari POT dalam pilkada gubernur karena posisi Esthon Foenay dalam ormas POT sebagai Ketua Dewan Penasihat, walau hampir 10 tahun hubungan POT dengan Esthon Foenay tidak berjalan harmonis,  namun dengan dibuatnya ritual adat potong hewan sebagai hukum adat tertinggi untuk kembali membangun kesatuan (nekaf mese - ansaof mese) dan mengharapkan seluruh orang Timor memilih pasangan Esthon-Paul akan tetapi dimenangkan oleh pasangan Frans-Benny (Frenly).

            Keberadaan POT perlu mengevaluasi keberadaannya jika ingin mendapatkan pengakuan dari basis masanya dalam setiap momentum politik, dimana dapat dibuktikan melalui dukungan suara sesuai dengan arahan pengurus POT maka yang perlu dilakukan adalah kembali ke “khitah” POT yakni melakukan pemberdayaan, pembelajaran dan pendidikan bagi masyarakat Timor dan tidak memanfaatkan POT hanya untuk kepentingan pengurus, jika tidak POT hanya akan menjadi bunga yang mekar dan bersemi di musim pemilu dan layu setelah pemilu.

*. Pemerhati Sosial – Politik (Intelektual Muda Timor)

    


Tidak ada komentar:

Posting Komentar