Kamis, 30 Oktober 2014

"PASWORD PEMUDA INDONESIA"



“PASSWORD PEMUDA INDONESIA”
*Yoyarib Mau

Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 terikrar sumpah yang dilakukan oleh sejumlah pemuda Indonesia dari berbagai daerah, dengan satu tekat yang bulat untuk menyatu dalam Indonesia dengan pengakuan tulus  satu bangsa Indonesia, satu bahasa Indonesia, satu tanah air Indonesia. Pengakuan ini sebagai bentuk pengakuan dasar kebangsaaan, dilakukan jauh sebelum negara Indonesia mendapatkan pengakauan dunia. Sikap para pemuda ini menunjukan bahwa sebelum Indonesia menjadi negara, mereka telah terlebih dahulu menjadi bangsa. Menyatunya berbagai pemuda dari pelosok nusantara untuk berkumpul pada 86 tahun lalu  adalah sebuah keniscayaan. Sebab kondisi infrastruktur dan alat komunikasi pada saat itu sangat terbatas. Kenyataan yang terjadi konsolidasi pemuda Indonesia terwujud untuk menyatukan cita-cita kebangsaannya. 

Embrio Negara tidak bisa hadir dan mendapatkan pengakuan dunia sebagai negara yang berdaulat jika belum terbangun semangat kebangsaan, pemuda Indonesia mengelompokan diri menjadi sebuah identitas dengan pengikat identitas sebagai sebuah sumpah pemuda. Entitas sumpah pemuda merupakan hasil keputusan kolektif untuk berbangsa, sekat primordial yang beragam ditanggalkan untuk mendapatkan password menuju Indonesia bernegara. Para pemuda Indonesia ini hanyalah generasi penerus bukan generasi penentu kebijakan, selalu saja pemuda dianggap sebagai tulang punggung bangsa, sebagai agen perubahan dan banyak sebutan yang disematkan bagi pemuda. 

Generasi muda sebagai potensi besar bagi negara, sehingga pemuda menjadi aset untuk dimanfaatkan karena ruang pemikiran, semangat yang membara sehingga dengan mudah direcoki dengan sejumlah hal, kondisi ini membuat pemuda bisa berjuang untuk mewjudkan ide-ide atau gagasan yang telah diserapnya. Persoalan mendasarnya adalah, apa kata sandi atau password yang tepat untuk membuka pemikiran dan membentuk arah perjuangan pemuda Indonesia ? 

Teori Bangsa Hans Kohn sebagai seorang ahli antropologi etnis mengemukakan teorinya tentang bangsa, bahwa bangsa itu terbentuk karena persamaan bahasa, ras, agama, peradaban, wilayah, negara dan kewarganegaraan. Suatu bangsa tumbuh dan berkembang dari anasir serta akar-akar yang terbentuk melalui suatu proses sejarah. Sumpah pemuda yang dilakukan 86 tahun lalu telah mampu merumuskan keberagaman budaya, agama dan suku di Indonesia menjadi model yang tepat untuk berbangsa, yang kemudian menjadi modal dasar untuk bernegara, dengan menitikberatkan persamaan itu pada : mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia, menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. 

Persamaan ini kemudian menjadi modal dasar berbangsa dan dijadikan the “founding father’s” untuk mendeklarasikan NKRI. Berangkat  dari pemikiran para pemikir negara pada masa lampau seperti Thomas Hobbes yang mengemukakan hal  “pactum subjectionis”  bahwa dalam kesepakatan membentuk negara, rakyat menyerahkan semua hal mereka secara alamiah untuk diatur sepenuhnya oleh kekuasaan negara. John Locke mengemukakan adanya “pactum unionis dan pactum subjectionis”  bahwa mayoritas anggota suatu masyarakat membentuk persatuan dahulu, baru kemudian anggota masyarakat menjadi suatu negara. Rosseau meletakkan paham “kedaulatan rakyat” Maka rakyat memilih orang-orang untuk mewakilinya dalam menyusun aparatur pemerintahan. Berangkat dari pemikiran diatas ada penekanan kalimat utama yakni adanya “kesepakatan bersama” atau yang dapat dipahami yakni adanya tujuan bersama, tujuan bersama dalam polis adanya ketentraman, kedamaian dan keadilan dalam kehidupan bersama yang di sebut Negara. 

Pactum ini tertuang dalam konstitusi Pembukaan UUD 1945 Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam alinea 2-4:  "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya." "Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada : Pertama; Ketuhanan Yang Maha Esa, Kedua; Kemanusiaan yang adil dan beradab, Ketiga; Persatuan Indonesia, Keempat; Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan Kelima; Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dalam konstitusi Negara kesatuan sudah jelas bahwa ada tujuan yang hendak dicapai dalam membentuk sebuah Negara dengan tujuan yang hendak di capai adalah;  “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.”  

            Persoalan yang akhir-akhir ini terjadi didalam bangsa kita adalah konsentrasi rakyat kita tidak fokus pada bagaiamana mewujudkan tujuan negara kita, tetapi menggiring rakyat kita untuk  berpkir pada hal “dasar negara”, rakyat dipaksakan untuk mengganti dasar negara yakni PANCASILA dengan dasar yang lain. Padahal jika berbicara soal dasar negara, sebenarnya kita hendak meragukan “NKRI” yang telah ada dan merdeka selama  69 tahun, bahkan sejak 86 tahun lalu sejak para Pemuda Indonesia melakukan Sumpah Pemuda Dasar Negara kita Pancasila sudah final disana, tetapi adanya kecenderungan kuat untuk membubarkan NKRI, terlihat dari keterlibatan putri-putri Indonesia dalam Negara Islam Irak dan Suriah, atau juga dikenal Negara Islam Irak dan Levant (Islamic State of Iraq and the Levant/ISIL) atau yang lebih dikenal dengan ISIS, dan organisasi radikal lainnya yang mencoba merongrong dasara negara. 

            Bukti keterlibatan pemuda Indonesia yang terlibat dalam ISIS dan ormas radikal lainnya bukanlah fenomena tetapi kenyataan dimana tujuan berbangsa kita mengalami kelunturan atau noda hitam apabila dibiarkan akan membandel, sehingga perlu model pembelajaran dalam sistem kurikulum pendidikan kita, dimana Pancasila sebagai ideologi negara mendapatkan prioritas utama sebelum mata pelajaran atau mata kuliah lainnya diajarkan di setiap jenjang pendidikan. 

            Apabila dasar negara telah larut dan menyatu dalam diri putra dan putri Indonesia, maka setelah menjadi Pemuda Indonesia tidak lagi berpikir dan melangkah kebelakang untuk bergelut soal dasar negara, tetapi Pemuda Indonesia harus berkonsentrasi pada “password” utamanya yakni tujuan bernegara yakni bagaimana memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

            Usia Pemuda potensial itu 30 – 40 tahun, ini usia produktif untuk berperan dalam tujuan bernegara, diusia inilah pasword pemuda Indonesia yakni tujuan bernegara dijinkan untuk ada dalam pikiran dan spirit pemuda Indonesia, sehingga password ini meracuni pemuda Indonesia menghasilkan karya-karya hebat untuk memenuhi kebutuhan negara serta mengangkat harkat dan martabat negara di mata dunia. Sehingga Usia kemerdekaan yang hampir 69 tahun, sumpah pemuda yang telah dikumandangkan pada 86 tahun lalu tidak menjadi kenangan semata, serta menggelorakan sumpah pemuda tersebut dalam berpidato dengan dibumbui yel-yel merdeka....merdeka...., tetapi kita sepertinya tetap terjajah dan berjalan ditempat dengan perilaku ingin dan masih berdialektika untuk mengganti  dasar negara kita.

*Pemerhati Sosial-Politik   



Tidak ada komentar:

Posting Komentar