Minggu, 15 November 2015

"ANOMALI SPRING ARAB'

“ANOMALI SPRING ARAB”
*Yoyarib Mau

Arab Spring merupakan fenomena kebangkitan Islam, fenomena ini meng-internasional dengan berbagai macam topik diskursus yang menantang dan terkesan seksi. Hal ini disebabkan oleh eksistensi Islam yang mencoba merespon situasi yang dihadapi dunia, yaitu: imperialisme politik, menguatnya kebudayaan barat yakni demokrasi, ekonomi liberal dengan konsep pasar bebas, globalisasi, namun  revolusi kebangkitan Islam terlihat parsial karena kenyataannya revolusi yang hanya menguntungkan para elite. Kebangkitan Islam-Arab bekerja sama secara revolusioner dengan kebangkitan-kebangkitan di berbagai tempat, sangat situasional berdasarkan pada kekuatan kelompok aliran lokal mana yang berkuasa, serta pilihan kiblat politiknya ke negara mana. Realitas Dunia Arab berhubungan erat dengan realitas Dunia Islam dan kekuatan internasional.

Arab Spring adalah sebutan lain yang diberikan terhadap Revolusi Dunia Arab yang juga dalam bahasa arab disebut “al-Thawrat al-Arabiyyah”. Sejak 2010 – 2012 menjadi tonggak awal arab spring, diawal dengan gelombang protes di Tunisia yang dikendalikan oleh rezim kudeta Zine El Abidin Ben Ali sudah 25 tahun berkuasa dengan menjalankan kekuasaan otoriter dengan kediktatorannya, kemudian diturunkan secara paksa oleh rakyatnya sendiri. Tunisia menginspirasi Mesir untuk melakukan penurunan paksa terhadap Husni Mubarok yang telah berkuasa selama 30 tahun, kemudian menjalar ke Libya yang menuntut pengunduran diri Moammar Kaddafi yang berujung pada perang saudara, revolusi pun berlanjut ke berbagai negara di Timur Tengah dan Afrika Utara seperti Yaman, Suriah, Bahrain, Iraq, Kuwait, Yordania, Lebanon, Maroko, Oman, Arab Saudi dan Sudan.  

Negara-negara Arab tidaklah terputus dari lingkungan sekitarnya. Demikian pula kebangkitan Islam tidak hanya mengakar di bumi Arab. Islam merupakan agama mayoritas masyarakat Arab, Afrika, dan Asia. Dalam perspektif historis, gerakan-gerakan Islam saling berhubungan dan mempengaruhi satu sama lain. Kehadiran demokrasi di dunia Arab harus bertarung dengan budaya arab yang mengental,  masyarakat barat meyakini eksperimen Eropa soal demokrasi sebagai eksperimen murni dan memandang dirinya sebagai pusat kebangkitan dan contoh ideal pencerahan umat manusia, namun apa yang terjadi di eropa terbangun dari budaya dan peradaban yang berbeda. 

Arab Spring menstimulasi dunia Arab untuk melakukan diplomasi dan menjalin hubungan dengan pihak Internasional, karena kekuatan Internasional mampu memberikan tekanan yang efektif  kepada kekuasaan diktator di suatu negara, Arab Spring adalah langkah awal dalam melakukan restrukturisasi bidang kehidupan guna menciptakan pertumbuhan ekonomi, stabilitas politik serta kemajuan peradaban yang demokratis di Arab dan semenanjung Afrika Utara.

Arab Spring yang dihadirkan Eropa dan sekutunya harus berhadapan dengan peradaban yang mengakar yakni kekhilafahan Utsmani yang menjalankan penguasaan berdasarkan kesultanan, yang berhasil makmur di bawah kepemimpinan sejumlah Sultan yang tegas dan efektif dalam menjalankan kekuasaan dengan kekuatan pasukan perangnya, yang pernah memiliki kekuasaan dari Turki hingga negara-negara Afrika Utara (Mediterania). Ada beban masa lalu antara Eropa dan kekhilafahan Utsmani dalam perang salib pada masa lampau, Warisan budaya Imperium Utsmani adalah sebuah negara militer, kultur politik Utsmani berpusat pada citra-citra perang salib dan sultan sebagai pedang Islam. Pendekatan perekonomian Utsmani  kesadaran akan tujuan bersama dan kesatuan sosial sangat bergantung pada penaklukan dan perluasan wilayah yang tanpa henti.

Dalam budaya suksesi kepemimpinan jika kalah dalam sebuah peperangan mereka akan segera menuntut balas, dan membuat mereka terus terjerat dalam konflik serta mereka akan selalu memperkuat angkatan bersenjata untuk mendominasi. Bahkan merekrut tentara bayaran dari petani bahkan tunawisma yang tidak punya rumah dan mengembara di pedalaman kemudian menjadi pemberontak. Kenyataan budaya kekuasaan yang diwariskan oleh kekhalifaan Utsmani ini yang menghadirkan berbagai kelompok  pemberontak yang tidak puas atau kalah dalam pertarungan yang dihadirkan melalui demokratisasi.

Berkembangnya demokrasi dan tentu berseminya kesadaran keislaman yang terus membaik di negeri-negeri muslim. Bentuk-bentuk kebangkitan yang mungkin lebih tepat disebut “Islam Spring” terlihat dalam bentuk internationalization ekonomi Islam, diterimanya politik Islam berdampingan dengan demokrasi modern, budaya Islam yang membangkitkan kebanggaan pada nilai dan norma Islam, namun suatu sisi harus berhadapan dengan kelompok yang memilih budaya kekhalifaan Utsmani.

Kelompok perlawanan yang membangun kebencian terhadap terhadap  Spring Arab yang dilihat sebagai proyek zionisme, sehingga kelompok yang memegang teguh kekhalifaan Utsmani, terus melakukan perlawanan, bukti perlawanan mereka tidak saja dilakukan di wilayah jazirah arab, tetapi sudah berani melakukan di eropa sebagaimana yang terjadi di Perancis yang dilakukan di sejumlah tempat yang menewaskan banyak orang. Persoalan ini kemudian menghadirkan pertanyaan, Apakah pola demokratisasi yang tepat untuk mendorong internasionalisasi di jasirah Arab ?.

Kelompok yang menyimpang dari Spring Arab ini kemudian memilih jalan kekerasan sebagai pola untuk melawan demokratisasi diberikan stigma teroris. Penyebutan ini sepertinya meneguhkan terorisme sebagai bahasa kekerasan yang patut dilawan, namun perlawanan yang dilakukan apakah harus dibalas dengan kekerasan atau melalui pola yang beradab yang tetap menjunjung spirit kemanusiaan. Spirit kemanusiaan dalam bingkai demokratisasi selalu dipahami dengan membuka diri bagi penampungan pengungsi, sebagaimana yang dimotori oleh Jerman untuk menerima para pengungsi dari negara-negara yang mengalami anomali spring Arab, untuk ditampung di negara-negara eropa, Perancis dalam sejarah sebagai negara yang menjajah di Aljazair, membuka diri bagi warga Aljazair dan jazirah arab lainnya untuk tinggal di Perancis, hal ini sebagai bagian dari tanggung jawab moril untuk memajukan demokratisasi. Kenyataan ini kemudian dimanfaatkan oleh para teroris untuk melakukan perlawanan.

Salah satu sisi dari demokratisasi adalah toleransi, harapan dari Spring Arab adalah terwujudnya demokratisasi, upaya internasionalisasi demokrasi tidak harus menggunakan kekerasan untuk membalas kekerasan tetapi, perlu pendekatan yang lebih soft. Eropa dan sekutunya sebagai pemeran untuk hadirnya demokrasi seyogiannya mampu membangun nasionalisme dan demokrasi di Arab yang didasarkan pada perkembangan “teoretis dan material” sebagaimana yang dahulu dilakukan di eropa, Pendekatan Behaviorisme yang adalah empirisme yang memberikan gambaran bahwa manusia seharusnya tumbuh secara alami, hubungan manusia dan lingkungannya cukup berpengaruh terhadap perubahan tingkahlaku (http://www.academia.edu/9343382/Teori_dan_Konsep_Pendidikan).

Pola demokratisasi yang dibangun oleh eropa dan sekutu, selalu saja pada penekanan kerjasama ekonomi yang menitikberatkan pada material, yakni pembangunan fisik, infrastruktur dengan sejumlah kompensasi atau barter. Sedangkan pembangunan manusia untuk mencerahkan pemikiran manusia melalui pendidikan teoretis untuk mematangkan pemikiran masyarakat arab tidak dilakukan. Teknologi pendidikan harus mampu dimajukan merata di wilayah geografis Arab sendiri sehingga tidak menciptakan  perbedaan sosial.

Memberikan beasiswa bagi yang berprestasi untuk menikmati pendidikan di eropa tanpa ada muatan lain (pesanan sponsor) sehingga kemudian menciptakan pencerahan pemikiran bagi warga Arab yang mengenyam pendidikan di Eropa. Pendidikan sebagai solusi bagi Arab Spring karena akan mendorong nasionalisme yang tinggi untuk membangun tanah airnya. Penerimaan pengungsi dan mengabaikan pendidikan justru mematikan nasionalisme, serta tersisih sebagai warga kelas dua, kemudian dilabel dengan stigma tertentu. Situasi ini menciptakan rasa kebencian yang mendorong orang memilih jalan budaya kekhilafaan Utsmani ketika kalah bertarung maka akan melakukan pemberontakan melalui aksi terorisme.


*Pemerhati Sosial - Politk

Tidak ada komentar:

Posting Komentar